Kemubaziran
Besarnya keinginan kita menjadi penyebab hidup kita dalam kemubaziran. Sebagai manusia, kita cenderung memiliki keinginan yang tidak terbatas, membuat kita sering terjebak dalam kemubaziran. Dalam Islam, istilah mubazir bermakna perilaku boros, berlebihan, membuang-buang, atau menyia-nyiakan terhadap suatu hal yang tentu tidak ada manfaatnya.
Berapa banyak pakaian yang kita punya, yang sebenarnya kita hanya membutuhkan beberapa saja? Berapa banyak makanan yang kita beli dan tidak habis karena hanya untuk memenuhi nafsu kita? Mulailah berpikir kembali ketika kita menginginkan sesuatu.
Dasarkan semua yang kita inginkan pada kebutuhan. Jangan sampai keinginan kita menjadi kemubaziran. Kemubaziran tentu saja bertentangan dengan maksud penciptaan segala sesuatu oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Begitu pula dengan keinginan kita di dunia ini, sebaiknya hal-hal tersebut dapat bermanfaat dan tidak sia-sia. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita meninggalkan kemubaziran dengan melakukan kebermanfaatan terhadap segala sesuatu yang bernilai positif, untuk menciptakan kerahmatan-Nya.
Alih-alih melakukan kemubaziran, mengapa kita tidak melakukan kebermanfaatan terhadap sesama? Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang dapat bermanfaat bagi sesamanya?
Berbagilah kepada sesama kita, kepada yang lebih membutuhkan. Mungkin saja hal yang sering kita mubazirkan, sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi mereka, sangat mereka butuhkan. Bahkan untuk berwudhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang kita mubazir akan air, sekalipun kita berada di sungai maupun lautan. Kita dianjurkan untuk berhemat air dan tidak berlebih-lebihan dalam menggunakannya, meskipun air tersebut melimpah.
Juga tanpa kita sadari, kita sering melakukan kemubaziran akan waktu dan kesempatan. Berapa banyak waktu yang kita habiskan dalam bermain media sosial dan gadget? Benar, bahwa media sosial ada sisi baiknya juga, tidak hanya buruknya. Tetapi, seringkali yang kita dapatkan dari media sosial adalah kecemasan dan iri hati. Bijaklah dalam menginginkan dan melakukan segala sesuatu, serta tetaplah melakukan kebermanfaatan terhadap sesama.
Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya, begitulah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda. Segala sesuatu sebaiknya seimbang, tidak lebih dan tidak kurang.