Oleh: Kak Seruni*
Pagi ini, udaranya begitu dingin. Maklum lah tadi malam hujan turun, sehingga bulir-bulir air embun begitu sangat kentara. Sang surya (matahari) pun masih enggan menampakan dirinya. Biasanya cahaya sang surya sudah masuk menyelinap dari balik kisi-kisi jendela kamar Ujang, namun kali ini tidak. Ujang pun yang sedari tadi masih bergumul dengan selimutnya, akhirnya terbangun dan bangkit menuju jendela kamarnya, ia pun membuka jendela lebar-lebar. “Hmmmm....masih pagi sekali.” gumamnya. Ia tidak sadar kalau dari semalam hujan turun.
Setengah gontai, Ujang keluar dari kamarmya menuju kamar mandi. Teh Ima yang melihat Ujang berjalan lunglai pun terheran-heran. Biasanya, Ujang setengah berlari jika ingin ke kamar mandi. Terkadang, ia menubruk badan Teh Ima. Tak jarang Teh Ima berteriak kesakitan.
“Jang, aya naon?” (Bahasa Sunda, artinya: Jang, Ada apa?) tanya Teh Ima dengan wajah penuh selidik.
Ujang tak menjawab pertanyaan Teh Ima, ia hanya diam tertunduk lesu.
“Oh...Teh Ima tahu nih, kamu teh pasti habis berantem dengan Dudung ya, teman dekatmu itu?” tanya Teh Ima lagi.
“Jempe’ atuh Teh...jempe’...! (Bahasa Sunda, artinya: Diam aja the, diam) balas Ujang yang sudah sampai di depan kamar mandi.
“Jang, jangan lama-lama di kamar mandi, Teteh juga mau mandi nih.” kata Teh Ima lagi.
Ujang yang sudah di kamar mandi, malas menyahut omongan Teh Ima. Akhirnya Ujang pun bergegas mandi.
-...-
Sudah beberapa hari ini Ujang dan Dudung tidak bertegur sapa. Hal tersebut dikarenakan mereka saling menyalahkan dalam kompetesi “Futsal Championchip.”
Ujang merasa Dudung lah yang menyebabkan mereka kalah. Dudung terlambat datang ke tempat kompetisi. Sehingga juri mendiskualifikasi mereka. Bertepatan dengan hari kompetisi, Ibu Dudung sakit keras, sehingga ia harus mengantarkan ibunya dahulu ke rumah sakit. Akhirnya mereka kalah sebelum bertanding.
Di Masjid, Ujang dengan khusyu’ mendengarkan tausiyah dari Ustadz Romli. Dalam tausiah itu Ustadz Romli mengatakan bahwa tidak boleh sesama muslim bermusuhan atau tidak bertegur sapa selama lebih dari 3 hari. Ujang menyadari bahwa ia tidak seharusnya marah dengan Dudung, betapa ia telah bersalah terhadap Dudung.
Usai menghadiri taklim dengan Ustadz Romli, Ujang langsung bergegas ke rumah Dudung.
“Dung, maafkan aku ya.” kata Ujang.
“Iya Jang, sebelum kamu minta maaf sudah saya maafkan kok. Bagiku Ibu adalah segalanya” balas Dudung tertunduk.
“Iya tidak apa-apa, Dung. Kita bisa ikut kompetesi di lain waktu.” kata Ujang.
Lega rasanya hati Ujang. Begitu pun Dudung. Ujang pun selalu terkenang ucapan Ustadz Romli tentang indahnya persaudaraan sesama muslim. Karena bahwa sesungguhnya sesama muslim itu bersaudara.
*) Editor Majalah Sahabat