Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir mengikuti Kuliah Umum Pewarisan Nilai-Nilai Da'wah secara daring pada Sabtu (16/1/21) melalui aplikasi Zoom Meeting. Bertindak sebagai pembicara, Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Dr. Adian Husaini, MA.
Dalam acara periodik yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia ini, Dr. Adian menyampaikan, bahwa para tokoh memperjuangkan Islam di Indonesia butuh waktu bertahun-tahun, banyak pengorbanan dan waktu yang panjang untuk mempopulerkan nilai-nilai Islam di setiap lini kehidupan. Hingga pada tahun 1889, pemerintah orde baru mulai mewajibkan pelajaran agama di Sekolah, kemudian Desember 1990 regulasi pelarangan penggunaan jilbab di sekolah resmi dicabut.
Pak Natsir berhasil mengubah wajah da'wah, Ia tahu bahwa da'wah tak mungkin terdikotomi dengan politik. Semenjak Parta Masyumi membubarkan diri pada tahun 1960, dengan kejeliannya Pak Natsir tidak berkecimpung dalam partai, namun memaksimalkan da'wah pada tiga pilar, yaitu Masjid, Kampus dan Pesantren. Jika dahulu berda'wah melalui politik, sekarang berpolitik melalui da'wah.
Dr. Adian juga berpesan kepada mahasiswa agar membaca buku fiqhud da'wah karena terdapat banyak inspirasi da'wah yang terkandung di dalamnya. Kendati demikian, menurutnya nilai-nilai perjuangan tak cukup diperoleh dari membaca buku saja, "Nilai-nilai perjuangan adalah proses interaksi langsung dengan tokoh. Tidak bisa hanya membaca bukunya, " tandas Direktur At Taqwa College tersebut.
Dr. Adian Husaini mengklaim bahwa STID Mohammad Natsir merupakan kampus terbaik, karena melahirkan da'i. "STID Mohammad Natsir ini Kampus Terbaik, karena melahirkan da'i. Kampus terbaik adalah yang melahirkan pejuang. Pak Natsir tidak hanya berkeinginan membangun Sekolah Tinggi, tapi Sekolah Tinggi Terbaik." ucapnya.
Ucapan beliau tentu bukan tanpa alasan, menurutnya Kampus terbaik ialah yang mendidik orang untuk beriman, berakhlak mulia, dan beribadah dengan benar. Al Qur'an juga mengatakan dalam Surat Fushshilat ayat 33, "Sebaik-baik profesi adalah da'i, tapi da'wah bukanlah untuk mencari uang, " imbuhnya.
Selanjutnya beliau mengatakan, di era disrupsi ini setidaknya ada tiga keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang, yakni Kreatifitas (creativity), Berfikir Kritis (Critical Thinking), dan Kolaborasi (Collaboration). Percepatan informasi yang beredar di tengah masyarakat, terkadang justru tak dapat disikapi dengan baik. Sehingga mudah termakan hoax pada berita yang disajikan dan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan prmberitaan media.
Terakhir, beliau mengatakan agar para mahasiswa tidak perlu khawatir dengan masa depannya. Fokus mencari ilmu yang bermanfaat, berda'wah dengan ikhlas dan tidak terintervensi dengan komentar negatif orang lain. "Kita berada di jaman yang ditanyakan adalah kita kuliah dimana, bukan kita belajar apa?, kita belajar sama siapa (gurunya-pen)?, dan apa niat kita belajar?, " tutupnya.
Selain diikuti oleh para mahasiswa STID Mohammad Natsir, Kuliah Umum ini juga diikuti oleh mahasiswa Akademi Da'wah Indonesia dari berbagai penjuru Nusantara dengan antusias. Setelah menyimak dengan seksama pemaparan pembicara, para mahasiswa juga diperkenankan mengajukan pertanyaan untuk memperluas wawasannya.
Ketua Bidang Pendidikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Dr. Ujang Habibi, M.Pd.I mengucapkan terimakasih kepada para stakeholder kampus, baik pimpinan, dosen, staf dan mahasiswa yang telah berpartisipasi dalam kuliah ini. Dr. Ujang mengatakan, ini merupakan Kuliah Umum Warisan Pewarisan Nilai-Nilai Da'wah perdana yang akan dilaksanakan secara rutin setiap bulannya, dan akan dibersamai oleh para Da'i senior dan tokoh Dewan Da'wah Pusat maupun daerah. [FR]